Ibnul Qayyim rahimahullah berkata dalam Nuniyahnya,
“Untuk Yang Satu, jadilah yang satu, di atas yang satu.”
Makna perkataan beliau ini adalah:
“Untuk yang satu”, yaitu untuk Allah semata, bukan untuk selain-Nya
“Jadilah yang satu”, yaitu dalam mengarahkan maksud dan keinginan hatimu
“di atas yang satu”, yaitu di atas satu jalan; jalan yang ditempuh oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
(lihat keterangan Syaikh Shalih alu Syaikh dalam Syarh Tsalatsat al-Ushul, hal. 11)
Satu Sesembahan
Ini merupakan inti dakwah para nabi dan rasul. Sebagaimana yang difirmankan oleh Allah ta’ala (yang artinya), “Sungguh Kami telah mengutus kepada setiap umat seorang rasul yang mengajak: Sembahlah Allah dan jauhilah thaghut.” (QS. an-Nahl: 36). Allah juga berfirman (yang artinya), “Sembahlah Allah dan janganlah kalian persekutukan sesuatupun dalam beribadah kepada-Nya.” (QS. an-Nisaa’: 36). Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Katakanlah: Allah adalah esa…” (QS. al-Ikhlas: 1). Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Demikian itulah kuasa Allah, karena sesungguhnya Allah adalah sesembahan yang benar, sedangkan segala sesuatu yang diseru selain-Nya itulah -sesembahan- yang batil.” (QS. al-Hajj: 62). Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Rabbnya maka kerjakanlah amal salih dan janganlah dia mempersekutukan sesuatupun dalam beribadah kepada Rabbnya.” (QS. al-Kahfi: 110)
Satu Tujuan
Ini merupakan bentuk penghambaan yang dituntut Allah kepada segenap hamba-Nya dari kalangan jin dan manusia. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. adz-Dzariyat: 56). Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Tidaklah mereka diperintahkan melainkan supaya menyembah Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya dengan lurus…” (QS. al-Bayyinah: 5). Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Katakanlah: Sesungguhnya sholatku, sembelihanku, hidup dan matiku, semuanya adalah untuk Allah rabb alam semesta, tiada sekutu bagi-Nya…” (QS. al-An’am: 162-163). Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakal, jika kamu benar-benar beriman.” (QS. al-Ma’idah: 23). Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku adalah dzat yang paling tidak membutuhkan sekutu, barangsiapa yang melakukan suatu amal dengan mempersekutukan selain-Ku dalam niatnya maka akan Kutinggalkan dia bersama sekutunya itu.” (HR. Muslim)
Satu Jalan
Inilah jalan tauhid dan sunnah yang ditempuh oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para pengikut setia beliau. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang mencari selain Islam sebagai agama maka tidak akan diterima darinya, dan di akherat nanti dia pasti termasuk golongan orang-orang yang merugi.” (QS. Ali Imran: 85). Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Katakanlah: Inilah jalanku, aku mengajak kepada Allah di atas landasan bashirah/ilmu, inilah jalanku dan jalan orang-orang yang mengikutiku, dan sama sekali aku bukan temasuk orang-orang musyrik.” (QS. Yusuf: 108). Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya inilah jalanku yang lurus, ikutilah ia dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan yang lain karena ia akan mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya.” (QS. al-An’am: 153). Allah ta’ala juga berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang menentang rasul setelah jelas baginya petunjuk dan mengikuti selain jalan orang-orang yang beriman maka Kami akan biarkan dia terombang-ambing dalam kesesatannya dan Kami akan memasukkannya ke dalam Jahannam, dan sesungguhnya Jahannam itu adalah seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. an-Nisaa’: 115). Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Katakanlah: Jika kamu mengaku mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu.” (QS. Ali Imran: 31). Wallahu a’lam.